A
N
A
P
M
O
K

Bekali 'Melek Politik', DEMA STAIPANA Gandeng PMII Kompana Gelar Seminar Pendidikan Politik

Bangil, pmiistaipana.or.id---- Mendekati Pemilu 2019, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana (STAIPANA) bekerja sama dengan PMII Komisariat Pancawahana Bangil gelar Seminar Pendidikan Politik pada hari Kamis, 10 Januari 2019 di Hallroom STAIPANA.

Seminar dengan tema "Peran Generasi Milenial dalam Mewujudkan Politik yang Berkeadaban" ini menghadirkan dua Narasumber, yakni Cak Lis (Dr. Listiyono Santoso,M. Hum) dan Bung Kris (Nur Sayyid Santoso Kristeva,M.A) dan dihadiri oleh puluhan mahasiswa dari berbagai kampus seperti UYP, STIT MUBA, STEBI Sidogiri, STIT al-Yasini, STT Walisongo, STIT Pasuruan, UINSA Surabaya, AKBID ar Rohma Gempol, UNMER Pasuruan, UIN Malang, UNWAHA Jombang dan ORMAWA seperti BEM dan PMII se-Pasuruan raya.

Sa'roni, selaku ketua DEMA STAIPANA menuturkan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu ijtihad akademis yang dihelat dalam rangka menumbuhkan milieu politik yang santun, nir-kebencian, serta kondusif bagi kebangsaan dan kemanusiaan. “Kegiatan ini merupakan salah satu ikhtiar kami dalam rangka membangun kesadaran politi yang ramah, berkeadaban, serta mampu memfilter segala macam informasi dari berbagai media yang belum tentu kebenarannya,” tandasnya.

Pemuda yang akrab dipanggil 'Mbah Roni' ini juga menambahkan bahwa tahun 2019 ini Indonesia sedang mempunyai hajat besar yakni momen kontestasi pemilu, dimana parpol-parpol berkontestasi untuk meraup suara milenial dengan segala macam cara. “Maka, perlulah kita membekali diri supaya tidak mudah termakan isu-isu hoax dan ujaran kebencian (hate speech),” imbuhnya.

Kegiatan yang dipandu oleh moderator Sahabat Yovi, mantan ketua DEMA STAIPANA ini membincang tentang bagaimana peran generasi milenial dalam menghadapi momentum pemilu 2019. Cak Lis memulai pemaparan materinya dengan mengingatkan terlebih dahulu mengenai problem mendasar yang menjangkiti kalangan pemuda sebagai generasi milenial. “Sebelum kita membahas peran generasi milenial, kita perlu sadari bahwa kita mempunyai problem mendasar,” tandas dosen UNAIR dan penulis buku Epistemologi Kiri ini, “bahwa sampai hari ini kita adalah objek dari era milenial,” lanjutnya. Ia mencontohkan bagaimana orang Eropa sibuk membuat teori, sementara kita sibuk mempelajari teori mereka di ruang-ruang kelas. Orang Eropa sibuk menciptakan teknologi, sementara ita sibuk mempelajari cara penggunaannya.

Problem mendasar berikutnya, masih menurut Cak Lis, adalah lemahnya minat baca. “Kita masih kalah dengan orang Eropa yang masyarakatnya sudah tertanam kesadaran minat baca. Ketidak mapanan kita dalam hal literasi akhirnya membuat kita mudah menelan berita-berita hoax dan ujaran kebencian," pungkas Cak Lis.

Sementara itu, narasumber kedua yang akrab disapa Bung Kris, mengingatkan bahwa pada momentum tahun politik saat ini kita harus benar-benar selektif, mampu mengambil jarak, serta memiliki alat baca yang tepat sebelum menelan berita. “Kita harus paham analisa wacana dan apa kepentingan politik di balik sumber media”, tandasnya. Sebab, menurut penulis buku Negara Marxis dan Revolusi Proletariat ini, hampir semua media, terutama media elektronik, mempunyai afiliasi dengan parpol.

Logikanya, hampir bisa dipastikan bahwa muatan media tersebut mempunyai kepentingan untuk mendongkrak elektabilitas calon yang mereka usung. Dalam konteks yang demikian, netralitas media adalah kemustahilan. “Maka, peran literasi sangat penting bagi sahabat-sahabati dalam memahami berita dan isu-isu yang berkembang," pungkas Bung Kris.

Setelah penyampaian materi dari kedua narasumber, moderator melanjutkan dengan membuka sesi pertanyaan dan dialok interaktif. Acara seminar pendidikan politik ini lalu diakhiri dengan pemberian cinderamata kepada kedua narasumber. Sebagai closing statement, moderator dengan penun percaya diri mengutip sebuah quote dari Franz Magnis Suseno, bahwa "Pemilu itu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi mencegah dari yang terburuk berkuasa". (yof/bee)

Posting Komentar

0 Komentar